Suatu hari di
penghujung malam. Ingatlah sahabat akan kepastian yang akan mendatangi setiap
jiwa. Sesaat sebelum engkau memejamkan mata, heninglah sejenak dan ingatlah
tentang kehidupan. Renungkanlah setiap perbuatan. Sudahkah ia bermakna?
Sudahkah ia menjadi sebuah warna bagi kehidupan? Bukalah mata hati dan jujurlah
pada dirimu. Sudah pantaskah diri ini? Sudahkah kita tinggalkan jejak terbaik
bagi kehidupan manusia? Ataukah hanya menjadi debu di atas batu yang hilang
tertiup angin?
Rasulullah saw. Pernah
bersabda,”Orang yang cerdas (bijak) itu adalah orang yang selalu mengingat
kematian. Wahai manusia.. sudah lupakah kita dengan kepastian ini? Dunia ini
adalah kumpulan ketidakpastian, namun ada satu yang pasti bahwa kita akan mati.
Kematian adalah sebuah gerbang menuju kehidupan selanjutnya.
Teringat sebuah
kisah dari sebuah buku. Ada seorang raja yang bijaksana, memimpin negeri dengan
jujur dan adil. Sang raja meskipun memiliki tahta yang tinggi, ia hidup
layaknya rakyat biasa, makan sebagaimana halnya rakyat biasa, dan tidak
menghabiskan waktuya hanya dengan berpesta. Sang raja ini memiliki seorang adik
yang memiliki kebiasaan yang jauh dari sang kakak. Adik raja ini terbiasa hidup
berfoya-foya, terbiasa lupa diri, meskipun bukan raja namun bertindak seolah
raja, hidup tanpa peduli dengan
kehidupan yang seharusnya dijalani, stress berat saar masalah menghadang, dan
berpesta-pora di setiap hari jika sebuah problem berhasil dilewati.
Melihat kelakuan
sang adik, Raja yang bijak pun memiliki rencana untuk memberikan pelajaran
kepada adiknya ini. Ia merancang sebuah rencana bersama dengan
menteri-menterinya untuk “menjebak” sang adik. Skenario pun dimulai.
Sang kakak mandi di
pemandian umum, kemudian ia menaruh jubah dan mahkotanya begitu saja. Sang adik
sedang berjalan-jalan dengan para menteri. Diatur sedemikian rupa sehingga sang
adik melintasi pemandian umum dan melihat mahkota serta jubah raja yang
tergeletak begitu saja. Melihat benda-benda itu sang adik pun menjadi tergoda
untuk memakainya. Para menteri berkata pada sang adik,”Wahai Pangeran, cobalah
mahkota dan jubah itu. Siapa tahu Anda akan merasakan bagaimana rasanya menjadi
raja suatu saat nanti.” Namun, meskipun sang adik tergoda sang adik tidak mau
memakainya. Para menteri yang sudah berskenario terus memaksa dan memuji-muji
sang adik sampai akhirnya ia mengenakan mahkota dan jubah itu. Sang kakak pun
datang dan memergoki adiknya menggunakan mahkota dan jubah kerajaannya. Sang
raja berkata,”Wahai adikku, apa yang kau
lakukan? Kenapa kamu menggunakan jubah dan mahkotaku? Apakah engkau ingin
memberontak kepadaku?”. Dengan ketakutan sang adik menjawab,”Tidak, wahai
raja.. aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya....”. “Cukup! Aku tak mau lagi
mendengar alasan lagi darimu. Kamu harus mendapat hukuman. Berikan ia hukuman
mati di 7 hari mendatang karena berencana
memberontak padaku!” ucap sang raja. “Tapi, Raja.. tolong ampuni aku.
Aku tak akan lagi mengulangi kesalahanku.” sang raja berkata,”Tidak bisa!
Hukuman harus dilakukan. Tapi, baiklah agar engkau bisa mati dengan bahagia dan
karena engkau sudah terlanjur memakai mahkota kerajaan itu, dalam 7 hari ini
kamu boleh bertindak sebagai raja. Kamu boleh melakukan apapun, makan
sepuasnya, berpesta sepuasnya, kamu bisa memiliki selir-selirku, dan segala kekuasaan
raja.”
7 hari pun
berjalan. Saat hari eksekusi tiba. Sang adik yang terlihat begitu frustrasi
dihadapkan pada sang raja. “Adikku, selama 7 hari kujadikan engkau seorang
raja, bagaimana perasaanmu? Apa yang telah kau lakukan? Apakah kau
menikmatinya?” Sang adik menjawab,”Bagaimana mungkin aku bisa menikmati itu
semua sedangkan setiap waktu dalam pikiranku aku selalu teringat bahwa kematian
itu akan datang padaku. Bagaimana aku bisa bersenang-senang sedangkan aku tahu
bahwa hukuman mati itu akan datang”
Sang raja pun
tersenyum karena sang adik telah mengerti dengan pelajaran yang telah
direncanakannya, akhirnya sang adik pun dibebaskan dan sang adik hidup dengan
lebih baik dari sebelumnya.
Kehidupan adalah
sebuah hukuman mati bagi kita. Kita tak tahu kapan hukuman itu terjadi tapi
hukuman itu pasti datang. Bisa 3 hari lagi, 3 pekan lagi, 3 tahun lagi. Kita
tak pernah tahu. Kematian memberikan pelajaran pada kita tentang apa arti
hidup, apakah untuk hidup bergelimang kekayaan? Hidup dalam kemewahan? Atau hidup
dalam kebahagiaan yang hakiki?
Kematian mengingatkan
pada kita bahwa kita ini sedang dalam pertunjukan amal. Sehebat apakah kita
memainkannya sehingga saat kita meninggal kita telah memainkan orkestra
kehidupan kita dengan sebaik-baiknya dengan harmonisasi yang luar biasa.
Kematian memberikan
pelajaran pada kita bahwa kehidupan ini adalah sebuah “masa yang akan berlalu”.
Saat-saat bahagia di kehidupan ini tak akan berlangsung lama sehingga kita akan
tetap teguh dalam apa yang benar dalam menjalani kehidupan ini. Begitu juga
dengan saat-saat sedih, ia pun akan berlalu sehingga kita menjalaninya dengan
penuh semangat dan motivasi.
Terakhir,
kematian memberikan pelajaran bagi kita bahwa
hidup ini ga cuma tentang kerja jadi apa nanti, jabatannya apa nanti. Hidup ini
adalah tentang bagaimana kamu memberikan yang terbaik dalam setiap kesempatan.
Hidup ga Cuma tentang berapa Ip kamu , tapi juga tentang sebermanfaat apa ilmu
itu? kehidupan ini sementara, sehingga
karena sifatnya yang sementara itulah setiap sisi dalam kehidupan ini harus
dimaksimalkan. Ia tidak berbicara tentang seberapa lelah kamu dalam mendapatkan
hasil. Tapi seberapa lelah kamu belajar untuk lebih baik di setiap hari kamu
bangun tidur.
Sumber”
Al Hadits
Buku “Cacing dan Kotoran Kesayangannya”
Penulis: Ilham Muhammad
0 comments:
Post a Comment